Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2013

Ruang hampa udara...

Tiba-tiba ku dengar sebuah dentuman, yang tiada seorangpun tahu asal hilirnya. Dia melepaskan semua partikel yang melekat dalam intinya, menjalar begitu cepat, mewarnai, dan menikam. Ia mengeser sebuah harap, dan menambah panjang list pertanyaan. Sebuah tanya yang akan aku dentumkan dengan lembut pada siapapun ia yang menunjukan bayangnya di lantai dua warna. ‘Ini bukan kisah dongeng’ aku sadar itu kaawan, tapi ini sebuah bungkusan yang orang-orang menyebutnya Mimpi. Mimpi itu akan aku wujudkan, karena ku tahu, Tuhanku .... Allah sang pengabul doa. Janji itu akan menggetarkan bumi hingga pada intinya, jika Allah sang pengabul doa berkata “Sekarang!” Sekarang biarkan partikel-partikel dari dentuman itu menjalar dan berloncat-loncat diruang hampa udara tetapi bukan luar angkasa. Biarkan dia menusuk nadi ku dengan lembaran-lembaran semangat untuk memperbaiki diri dan menengadah menyambut Janji. Siapun ia, dia adalah kado terindah yang telah Allah berikan kepadaku sejak ia mengatakan kun...

Belajar dari Pantai

Aku tidak pernah tahu bagaimana cara mencintai pantai, Atau lebih tepatnya, darimana melihat pantai dengan syahdu dan damai Aku terlalu senang mendaki, . . . Menaiki setiap tanah dan batu yang tidak berbentuk rata Aku terlalu berambisi dekat dengan awan, matahari, edelwies, dan puncak Terobsesi meraih semuanya, dan terbuai menikmati semua Hingga satu hal yang belum aku pelajari dari pendakian itu,... Yakni mengikhlaskan. Aku lupa belajar dari pantai yang selalu ringan untuk mengikhlaskan Seorang sahabat berkata; “Pantai itu mengajari kita mengenai keikhlasan, Keihklasan menerima yang datang, Dan keikhlasan merelakan yang pergi” Ya, mengikhlaskan yang ringan seperti pantai. Suatu hari, aku dengan mudah merubah jiwaku menjadi telaga Saat para pengembara membawa beribu-ribu kendi air Dan mereka telah menumpahkan beberapa air dalam kendi Aku tidak pernah bertanya, mengapa tiba-tiba jiwaku menjadi telaga Tak pernah aku bertanya terlebih dahulu, apakah sebagian kendi-ke...

Sebelum semuanya

. . . Kini, semuanya aku lepaskan Sesuatu yang mengendap damai Mulai aku lumuri dengan air agar mencair.... Bukan aku pencudang kawan, Mengalah dalam peperangan Tapi, aku merasa takut pada Tuhan saja kawan Aku tahu, kita sama-sama berwajah masam Hati kita sama-sama mendung Celakalah keadaan ini Karena kita tidak bisa bedakan siapa yang benar dan siapa yang bebal Maka kawan, Aku takut aku yang tersandung dan duduk manis dalam kesalahan Dan sialnya kawan, Aku tak sama sekali merasa sebagai aktor yang bebal Jika sudah begini kawan, Merugi sudah hidup saya yang tidak pernah berbuat benar Semakin jauh sudah Firdaus Tuhan yang menggiurkan itu kawan Dan semakin dekat sajalah diri ini dengan jahanam Tuhan. Kini aku lepaskan kawan. Sebuah untaian, yang mengikat sulam persahabatan Bukan aku memutuskan tali persaudaraan Tapi kawan, Lebih baik begini aku pikir Sebelum Tuhan mengutus Izrail datang dan menarikku dengan bringasnya. Maka sebelum semua itu kawan . . . S...
Kita sedang berpura-pura menjadi orang yang dungu.. Berjalan, mengenakan topeng dan saling berjabat tangan.. Ketika orang banyak bercerita, kitapun latah bercerita banyak.. Padahal saat ruang dan waktu meletakan kita berdua 'saja' Kita menggeram, bagaikan induk ayam diganggu anaknya.. Tapi kita bukan induk ayam sepenuhnya.. Karena hatimu dan hatiku masih berwujud manusia.. Yang berbisik-bisik, mengeluarkan tanda-tanda angkuh.. Tanda-tanda itu hanya dimengerti aku dan kamu, Serta Tuhan pastinya yang lebih tahu daripada aku dan kamu.. Enyahlah tanda-tanda yang kamu berikan itu.. Hanguskan saja.. Karena tetap saja begitu. Meminta dimengerti, tapi tidak pernah mau mengerti. Ah, sudahlah.. Enyah saja lah. Saya bersama Allah disini, Bertahan 'Menyambut Janji'

#Lamaran (catatan lama)

Angin pagi yang meniup perlahan, kinisemakin menghembus kencang bersamaan dengan laju sepeda motor yang mulaimengebut. Jalanan yang berlubang, memaksa motor berjalan berkelok-kelok memilihjalan. Jalan sempit yang diapit oleh hamparan sawah itupun semakin terasa ‘kesempitan’ketika harus berbagi lahan dengan dua ekor kerbau hitam. Ekor-ekor kerbau itubergoyang kekiri dan kekanan, seolah mendengarkan alunan irama yang sedang didengarditelinga yang tertutup kerudung dan helm ini. Dua ekor kerbau itu berjalan santai,seolah sedang berjalan di red carpet ditengah pemburu paparazi. ‘Huh’ akhirnya,jempol kanan ku secara spontan menekan tombol merah tidak sabar. “Tid... tid... “ seketika, si nyonya dan tuan kerbauitupun tersadar bahwa mereka tidak sedang berjalan di red carpet, tapi di jalanyang pernah diaspal 3 tahun yang lalu. “wush” motor merah itupun menyalipekor-ekor kerbau yang tak berhenti bergoyang-goyang. Ngomong- ngomong goyangan,tiba-tiba saya teringat acara dangdut...

#Lamaran (catatan lama)

Angin pagi yang meniup perlahan, kinisemakin menghembus kencang bersamaan dengan laju sepeda motor yang mulaimengebut. Jalanan yang berlubang, memaksa motor berjalan berkelok-kelok memilihjalan. Jalan sempit yang diapit oleh hamparan sawah itupun semakin terasa ‘kesempitan’ketika harus berbagi lahan dengan dua ekor kerbau hitam. Ekor-ekor kerbau itubergoyang kekiri dan kekanan, seolah mendengarkan alunan irama yang sedang didengarditelinga yang tertutup kerudung dan helm ini. Dua ekor kerbau itu berjalan santai,seolah sedang berjalan di red carpet ditengah pemburu paparazi. ‘Huh’ akhirnya,jempol kanan ku secara spontan menekan tombol merah tidak sabar. “Tid... tid... “ seketika, si nyonya dan tuan kerbauitupun tersadar bahwa mereka tidak sedang berjalan di red carpet, tapi di jalanyang pernah diaspal 3 tahun yang lalu. “wush” motor merah itupun menyalipekor-ekor kerbau yang tak berhenti bergoyang-goyang. Ngomong- ngomong goyangan,tiba-tiba saya teringat acara dangdut...

Langit Seolah Berjarak 10cm

Tepat tanggal 5 bulan Juli malam hari, kami berangkat ke Gunung Papandayan (Garut). Semangat para pendaki malam itu tampak dari wajah mantap dan roman bahagia yang terpancar dalam setiap kata-kata bully yang keluar #eh. Mengutip kata-kata bang Majid, bahwa perjalanan adalah salah satu cara untuk saling mengeratkan satu sama lain, so... perjalanan menuju Papandayan kemarin juga menjadikan kami saling mengenal satu sama lain # eciye. Banyak sekali cerita yang luar biasa yang bisa kami bagikan kepada pemirsa dirumah, mulai dari cerita bullying, shalat berjama’ah yang langsung menghadap pada alam, tebak-tebakan yang katanya harus mikir dulu, soal makan, api unggun, lelah berjalan menanjak, bau belerang, tentang hamparan edelwies, tentang awan yang seolah berada di telapak kaki kita, tentang puncak- puncak gunung yang seolah bisa dipeluk, dan tidak kalah seru cerita mengenai langit dan keajaibannya. *benerin tempat duduk. Nah, karena kami tidak berniat membuat film sinetro...

Tunjukan Tuan

Kamu tahu siapa yang menciptakan bahasa? Yang membuat manusia bisa beinteraksi Tunjukan aku dimana rumah empunya itu Aku akan memberikan dua keranjang padanya. Satu keranjang telah aku isi dengan madu yang sangat asli Sebagai tanda terimakasih.... Atas ciptaanya yang dapat Membuat aku merasakan terbang di buai rangkaian-rangkaian hurufnya Yang bila mereka bersatu, membentuk getar, dengung, dan makna Lalu, keranjang yang satunya lagi Akan aku isi dengan bara api yang langsung aku ambil dari inti bumi Sebagai tanda ketidaksukaanku Atas ciptaanya yang sudah Membuat kedamaian pecah sejadi-jadinya.